BERITA ETAM, SANGATTA – Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dapat diketahui bahwa pajak restoran ialah pajak yang dikenakan atas pelayanan yang disediakan oleh restoran, kantin, warung, kafetaria, coffee shop, hingga katering. Maksimal besaran pajak restoran yang ditetapkan ialah sebesar 10 persen.
Pertumbuhan investasi restoran di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) yang tidak memberikan kontribusi besar pada Pendapatan Asli Daerah (PAD), disoroti Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kutim, Faizal Rachman.
Lebih lanjut Anggota Komisi B DPRD Kutim ini menegaskan, bahwa beberapa restoran di Kutim tidak mematuhi kewajibannya membayar pajak sesuai dengan ketentuan pemerintah, yaitu 10 persen dari pendapatan.
Bahkan Faizal mengungkapkan, ada salah satu restoran di Kutim yang tidak memenuhi kewajiban pajaknya, hanya membayar Rp 500 ribu per bulan dari pendapatan ratusan juta.
“Seharusnya, pajaknya sudah sekitar Rp 50 ribu untuk satu pengunjung, jadi kalau sudah ada 10 pengunjung, pajaknya sudah mencapai Rp 500 ribu,” jelas Faizal, Rabu (1/11/2023).
Akibat kepatuhan yang rendah, restoran tersebut saat ini sedang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kalimantan Timur. Faizal mendapatkan informasi dari Badan Pendapatan Daerah (Bapemda) Kutim bahwa seharusnya restoran tersebut membayar sekitar Rp 200 juta, namun mereka menolak membayar jumlah tersebut.
“Kami berharap UMKM, termasuk restoran dan waralaba, untuk taat pajak karena kontribusi masyarakat akan kembali ke pembangunan infrastruktur,” tambah Faizal.
Pajak restoran menurut Faizal perlu ditingkatkan, mengingatkan bahwa PAD di Kutim masih tergolong kecil dan perlu ditingkatkan melalui pajak yang dibayar dengan patuh oleh pelaku UMKM. (etm4/adv/dprd)