Berita  

KPC Sulap Lahan Pascatambang, Hasilkan Multi Manfaat Bagi Masyarakat Kutim

SANGATTA, BERITA ETAM KPC Sulap Lahan Pascatambang, Hasilkan Multi Manfaat Bagi Masyarakat Kutim. Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab) Kutim terus menggaungkan pembangunan berelanjutan (sustainable development), perusahaan-perusahaan di Kutim, tidak hanya mengekploitasi kekayaan sumber daya alam (SDA) yang dikandung bumi Kutim. Namun, harus ada manfaat timbal balik yang bisa dirasakan masyakat Kutim. Untuk itu, PT Kaltim Prima Coal (KPC) membuktikan komitmennya dengan mengelola lahan pasca tambang yang ada di wilayah ring 1 operasionalnya. Ada, tiga area lahan bekas tambang yang direklamasi yaitu Telaga Batu Arang (TBA), Peternakan Sapi Terpadu (Pesat) dan Jupiter Farm.

Minggu (14/11/2021) pagi, bertempat di ruang D’Longe, Hotel Royal Victoria Sangatta, Kabuten Kutai Timur (Kutim), pukul 08.00 Wita, nampak sosok lelaki paru baya, yang mengenakan baju batik bercorak biru, dipadu dengan les biru itu tengah sibuk mempersiapkan presentasi program lahan pascatambang PT Kaltim Prima Coal (KPC).

Lelaki itu, ternyata adalah Superintendent Conservation and Agribusiness PT KPC, Sugeng Wiyatno, yang diberi amanah oleh Managemen PT KPC untuk menjadi narasumber pada kegiatan Uji Kompetisi Wartawan (UKW), angkatan pertama gelaran Aliansi Jurnalis Kabupaten Kutai Timur (AJKT) berkerja sama dengann PT Askara Solopos-MZK Institute.

KPC Sulap Lahan Pascatambang

Sekitar pukul 08.45 wita, dihadapan 27 peserta UKW yang terdiri kumpulan awak media, baik cetak, online, radio dan TV di Sangatta, Sugeng Wiyatno yang diberikan waktu kurang lebih 30 menit itu, mulai memaparkan program-program Corporate Social Responsibility (CSR).

Sugeng (sapaan akrab) mengatakan di lahan pascatambang milik PT KPC itu, ada lima zona yang dikelola, yakni zona keragaman hayati, zona pemanfaatan, zona wisata, zona penyangga dan zona pemanfaatan.

Zona Pemanfaatan dan Wisata
Dikatakan Sugeng, lahan pascatambang yang dari segi pemanfaatannya, bisa memberikan manfaat dan kemandirian bagi masyarakat. Yang diintegrasikan melalui lahan pasca tambang zona 1, 2, 3 dan seterusnya.

“Harapannya, memberikan kontribusi bagi visi dan misi Pemkab Kutim hingga Pemerintah Pusat. Landasannya, turut berkontribusi dalam menjawab isu nasional, pemenuhan kebutuhan pangan, swasembada daging dan mewujudkan sustainable development,” ucap Sugeng.

Lebih jauh menjabarkan, manfaat dari tiga area yang dimanfaatkan sebagaikan lahan konservasi itu adalah :

Telaga Batu Arang (TBA)
TBA yang memiliki luas lahan sekitar 270 hektare (ha) terdapat danau seluas 12,5 ha yang digunakan sebagai budidaya ikan. Ada beragam jenis ikan tawar, yang dikembangkan didalam keramba jaring apung itu.

Lebih lanjut Sugeng menjelaskan, untuk uji layak konsumsi telah dilakuka. Bekerjasama dengan ITB dan UNMUL, bahwa berdasarkan hasil ujinya ikan-ikan tersebut dapat dikonsumsi.
Disamping, juga ada terdapat plasma nutfa, yang bisa menjadi penelitian oleh Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Kutim serta universitas lainnya.

Namun sayangnya, TBA belum bisa dibuka untuk akses umum. Dengan pertimbangan keselamatan para pengunjung. Serta untuk menghindari kejadian-kejadian lahan bekas tambang ditempat-tempat lain, yang telah banyak menelan korban jiwa.

“Sebenarnya, Pemkab Kutim juga telah meminta agar TBA bisa dijadikan salah satu destinasi di Kutim. Namun, dengan pertimbangan keselamatan tadi, untuk sementara belum bisa dibuka untuk umum,” ulasnya.

Selain itu, ada pemanfaatan kincir angin yang dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan. Di aera itu, kata Sugeng terdapat tanaman-tanaman endemik yang sudah mulai langkah. Tujuannya, untuk mempetahankan populasinya agar tetap terjaga di Tanah Tuah Bumi Untung Benua ini.

Pesat
Disampaikan Sugeng, penglolaan Pesat telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Baik sosial, ekonomi dan lingkungan. Dari segi ekonomi saja, terjadi transaksi ekonomi Rp 20 juta hingga Rp 30 juta perbulan.

“Transkasi itu terjadi, dimana ada susu perah atau segar sudah dipasarkan ke café-café yang ada di Sangatta, Samarinda hingga Balikapan,” imbuhnya.

Selain itu, pemanfaatan kotoran sapi yang ada disana, bisa digunakan untuk pupuk kompos yang dijualkan kepada masyarakat dengan harga yang lebih tejangkau. Berikutnya, untuk penyediaan bahan konsentrat untuk kebutuhkan bahan makanan sapi, yang bisa dibeli dari masyarakat sekitar.

“Pesat juga bisa dikunjungi sebagai tempat eduksi dan wisata oleh masyarakat umum, yang ingin mempelajari sapi perah dan manfaat lainnya dari tempat itu,” ujarnya.

Juiter Farm 
Di area Jupiter Farm itu, sambung Sugeng, terdapat polulasi ayam petelur sebanyak 3000 ekor yang telah menghasilkan 3.750 Kg telur. Dengan adanya peternakan ayam petelur itu, diakuinya persentase peternak ayam di Kutim semakin meningkat.

“Jika sebelumnya hanya sekitar 10 persen, sekarang sudah mencapai 70 persen. Ini sudah bisa dikatakan mampu memenuhi kebutuhan protein di Sangatta khususnya,” tutur Sugeng.
Berikut, dalam pengelolaannya diberdayakan masyarakat sekitar. Untuk itu, telah terbentuk Aliansi Peternakan Ayam Petelur Sangatta. Dari kelompok itu, pendistribusian dilakukan ke pasar atau warung-warung yang ada di Kota Sangatta.

“Masyarakat juga bisa langsung datang ke Jupiter Farm, harganya pun cukup terjangkau. Per piring berkisar Rp 40.000,” ungkapnya.

Disisi lain, lahannya, sambung Sugeng, juga telah dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat sekitar untuk ditanami sayur-sayuran hijau, seperti sawi, bayam, kangkung cabut dan lainnya. Selanjut, selain 3000 ekor ayam petelur juga ada 93 sapi bali yang dikembangkan disana.

Penulis : Wak Hedir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *