BERITA ETAM, SANGATTA – Turunnya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, banyak dikeluhkan oleh masyarakat Kabupaten Kutai Timur (Kutim). Sebagaimana informasi yang beredar, bahwa harga TBS ditingkat masyarakat yang memiliki kebun sawit secara mandiri, bahwa harganya semakin turun dari Rp 1000 per kg, Rp 800, Rp 600 bahkan ada yang dibawah itu.
Hal ini menjadi salah satu persoalan penting yang dibahas dalam rapat koordinasi (coffe morning), Senin (4/7/2022) di Ruang Meranti, Kantor Sekretariat Kabupaten Kutim, yang dipimpin Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman didampingi Wakil Bupati Kasmidi Bulang dan Sekretaris Daerah (Sekda) Rizali Hadi. Serta dihadiri para Plt Asisten, staf ahli, pimpinan perangkat daerah dan para camat.
Bupati Ardiansyah meminta Dinas Perkebunan (Disbun) agar bisa melakukan intervensi terhadap perusahaan maupun tengkulak yang bermain harga di tingkat perkebunan milik masyarakat (mandiri).
Sebab Harga di pabrik sama, baik yang bermitra maupun yang dengan SPK (Perjanjian antara Perusahaan dan masyarakat). Nampaknya banyak tidak termonitor oleh Disbun.
“Ini yang paling banyak memainkan harga ditingkat masyarakat (petani). Saya minta Disbun bisa intervensi. Karena hingga kini harga sawit turun sekali bukan Rp 800 lagi, tapi Rp 600 bahkan ada yang dibawah itu. Nah ini permainan tengkulak yang ingin mencari keuntungan,” ucap orang nomor satu di Kutim ini.
“Di Kutim ini, masyarakat sudah bagus menindaklanjuti program Pemkab Kutim terkait dengan perkebunan sawit. Alhamdulillah sawit di Kutim ini yang total luas perkebunan sawitnya mencapai 750 ribu hektar, terdiri dari perkebunan perusahaan dan masyakat,” ungkap suami dari Siti Robiah ini.
Sebelumnya, Sekretaris Perkebunan Abd Gani Sukkara menjelaskan menyebut harga TBS yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) bahwa posisi harga sekarang Rp 2.300 per kg.
“Harga tersebut berlaku pada perusahaan mitra (seperti koperasi). Tetapi harga yang tidak bermitra atau hanya SPK (Surat Perjanjian Kontrak) dihargai dengan harga yang berkembang di pasar. Dalam hal masyarakat berkomunikasi dengan terkait SPK tanpa sepengetahuan pemerintah,” ucap Gani.
Dari tahapan SPK itulah harga bisa menjadi Rp 1000 dan seterusnya, lanjut Gani. Namun untuk perkebunan sawit yang telah bermitra dengan perusahaan wajib dihargai dengan yang telah ditetapkan pemerintah (Disbun Kaltim).
“Karena sudah terikat dengan MoU antara Perusahaan dan Mintra (koperasi),” jelasnya.
Solusinya, sambung Gani, pemerintah (Disbun) akan memfasilitasi SPK terhadap pembelian buah. Kemudian PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dengan perusahaan. Dengan syarat lahan harus clean and clear tidak masuk dalam kawasan hutan.(*/etm2/adv)