BERITA ETAM, SAMARINDA – Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda Abdul Rohim minta Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tegas dalam keputusan dan program.
Di mana, pada beberap waktu lalu, Wali Kota Samarinda Andi Harun sudah enggan berdebat dengan 48 pemilik ruko berstatus Sertifikat Hak Milik (SHM).
Kala itu dia memilih untuk fokus pada pembangunan Pasar Pagi yang sudah masuk tahapan lelang. Serta akan tetap terus melanjutkan pembangunan hingga akhir.
“Jadi ini catatan penting, kedua belah pihak harusnya punya kedewasaan dan kebijaksanaan. Kalau sama-sama mengambil posisi ngotot, ini tidak akan selesai,” ungkap Rohin, Sabtu (17/2/2024).
Sebab, menurut Rohim memang saat ini kondisinya masuk dalam ranah deadlock, yang ditakutkan akan masuk ke ranah hukum jika tidak ada penyelesaian.
Sekadar untuk diketahui, deadlock adalah keadaan dimana sejumlah permintaan yang tidak bisa dijalankan oleh scheduler karena permintaan-permintaan saling tunggu menunggu.
“Kalau tidak selesai deadlock ini akan masuk ke area hukum. Sangat terbuka itu, tapi kalau masuk ke area hukum, maka proses rekontruksi tidak bisa berjalan,” terangnya.
Dengan adanya permasalah yang jelaskannya itu, hal yang ditakutkan adalah tertundanya pembangunan. Maka nanti pada akhirnya, bola yang lama bergelinding ini ada di Pemkot Samarinda.
“Kedua belah pihak, harus hadir dan berdiskusi dengan pikiran dan perasan yang jernih untuk kotaa kita bersama ini. Artinya nanti kalau pemkot menawarkan solusi yang tidak merugikan, berarti itu bisa saja diterima,” tegasnya.
Namun, sebaliknya dengan pemkot yang juga harus berlapang dada serta tidak egois untuk mempertahankan apa yang sudah direncanakan terhadap 48 SHM dan desain Pasar Pagi tersebut.
“Mari kita pikirkan dampak yang akan terjadi kepada 2.800 pedagang yang menunggu revitalisasi ini selesai. Jangan sampai karena ada ego dari salah satu pihak, kemudaian dampaknya ke pedagang yang direlokasi itu. Kita yakin pasti ada solusinya,” pungkasnya. (ADV/BE-S)