BERITA ETAM, SANGATTA – Persoalan harga sawit dikalangan petani swadaya (mandiri) masih menjadi persoalan yang terus diteriakkan oleh masyarakat. Untuk itu, Forum Petani Kelapa Sawit (FPKS) Kabupaten Kutim telah melakukan beberapa upaya. Mulai dari melaksanakan hearing dengan DPRD Kutim hingga Audiensi dengan Bupati.
Selasa (2/8/2022) FPKS Kabupaten Kutim yang dikoordinir oleh Ketua FPKS Asbudi bersama jajarannya melaksanakan audiensi dengan Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman, di Ruang Kerjanya.
Bupati Ardiansyah Sulaiman didampingi Plt Asisten Pemkesra Trisno, Sekretaris Dinas Perkebunan (Disbun) Kutim Abdul Gani Sukkara dan jajarannya dengan dengan etikad baik menerima audiensi tersebut.
Ditemukan usai pertemuan itu, Ketua FPKS Kabupaten Kutim Asbudi mengatakan, kedatangan pihaknya dalam untuk menyampaikan apa yang menjadi aspirasi para petani swadaya (mandiri) kelapa sawit di Kutim.
“Kita mengharapkan harga TBS (Tanda Buah Segar) bisa sesuai dengan keputusan Disbun Provinsi Kaltim yang terakhir Rp 1.700. Namun kondisi dilapangan masih Rp 1.000 sehingga hatha di petani Rp 800. Yang sangat ironis, ada beberapa perusahaan di Kecamatan yang sama menerapkan harga yang lebih tinggi dari itu termasuk PT Bima Palma Rp Rp 1.400,PT KIN Rp 1.470 yang lainnya. Masih sekitar Rp 1000. Ini kan sangat ironis,” ungkap Asbudi.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Forum Petani Kelapa Sawit (FPKS) sebagai wadah aspirasi, tentunya harus memperjuangkan dan mempertanyakan kenapa harga berbeda. Padahal harga Disbun Rp 1.700, sebagaimana UU Permentan 2018 bahwa dimanapun PKS (Paprik Kelapa Sawit) berada, harus taat dengan harga yang dikeluarkan Disbun (Dua kali dalam satu bulan dikeluarkan Disbun Provinsi Kaltim).
“Yang kedua, mengenai pola kemitraan. Kita FPKS sudah menjembatani lewat Dinas Perkebunan supaya petani-petani swadaya (mandiri) agar di mitra-kan. Namun Pemerintah daerah belum menindaklanjuti dengan serius hal itu. Realita di lapangan sudah ada dua perusahaan yang siap membuka untuk bermitra PT KIN dan PT Dinamika,” ungkap Asbudi.
Lebih jauh ia berharap, Pemkab Kutim (Disbun) dapat melaksanakan mitra perzona, misalnya di Kecamatan Rantau Pulung, akomodir petani-petani sawit disana untuk bermitra.
“Kita berharap hasil dari audiensi hari ini, lewat perdebatan yang cukup alot, alhamdulillah bapak Bupati, kita sarankan untuk membuat surat edaran (SE) sesuai dengan asas normatif hukum sesuai manah Permentan nomor 1 tahun 2018, bahwa PKS wajib membeli dengan harga TBS sesuai dengan penetapan harga pemerintah (Disbun),” tuturnyan
Sehingga tidak menjadi keresahan bagi petani sawi swadaya t di Kutim. FPKS lanjut Asbudi akan terus menggelorakan apa yang menjadi aspirasi petani sawit Kabupaten Kutim
“Kita akan tunggu surat edaran dari Bupati dan kita sampaikan kepada PKS harus dijalankan. Kalau tidak dijalankan makan FPKS Kutim akan mengambil langkah-langkah lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Bupati Ardiansyah mengapresiasi langkah-langkah atau upaya yang telah dilakukan oleh FKPS Kabupaten Kutim tersebut. Menurut hal ini dalam rangka memudahkan Pemkab Kutim (Disbun) dalam memonitoring di lapangan.
“FPKS memang mempunyai tugas yang besar dalam rangka untuk merespon kepentingan petani di ditingkat petani swadaya (mandiri). Karena sampai saat ini merekalah (petani) yang menjadi korban didalam fluktuasi harga sawit. Dan memang agak sulit untuk kita (Pemkab Kutim) untuk menetapkan berapa harga sebenarnya. Meskipun ada Surat Edaran Menteri Pertanian terkait harga TBS. Namun SE itu belum ada ulasan (penjelasan) yang jelas,” imbuhnya.
Sehingga solusi yang akan diambil adalah mengarahkan kepada PKS, agar mengacu kepada harga Disbun yang sudah ditetapkan dua kali dalam sebulan.
“Kalau kita menyebut angka, itu tidak mungkin. Karena kita tidak berhak melaksanakan itu. Mudah-mudahan ini bisa dipahami
Makanya dari itu kita (Pemkab Kutim) sarankan supaya kebun masyarakat ini secara berangsur-angsur kita sarankan untuk bermitra,” pungkasnya. (etm2/ADV)